Lebih Tau, Lebih Cerdas, Berpikir Lebih Ilmiah..!!

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu, itulah permulaan ilmu..!! Lebih Tau, Lebih Cerdas, Berpikir Lebih Ilmiah..!

Jumat, 22 Januari 2016

Apa Itu MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)

Sabtu, 23 Januari 2016

Tahun 2016 adalah tahun di mana kebijakan MEA mulai diterapkan oleh pemerintah negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Artinya, tenaga kerja asing akan berseliweran di negara ini. Begitu pula sebaliknya, pekerja Indonesia pun akan tersebar di beberapa negara ASEAN. Namun, istilah MEA di Indonesia sendiri masih terdengar asing untuk sebagian besar masyarakat, baik pada kalangan menengah atas atau menengah ke bawah. Tidak terlalu banyak yang tahu dengan pasti, apakah yang dimaksud dengan MEA?

MEA adalah sebuah pasar tunggal yang disetujui oleh negara-negara di ASEAN pada dekade lalu. MEA sendiri adalah singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam istilah asing, MEA disebut sebagai ASEAN Economics Community. MEA dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk di negara-negara ASEAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Oleh karena itu, MEA secara langsung akan memengaruhi kualitas tenaga ahli di Indonesia. Namun, beberapa ahli seperti Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, dan Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, menyatakan bahwa tenaga ahli Indonesia belum siap bersaing dengan tenaga ahli asing. Ketakutan ini diarahkan pada ketimpangan keahlian yang dimiliki oleh para tenaga ahli, mengingat Indonesia akan kedatangan para tenaga kerja asing sebagai konsekuensi MEA. Tarko Sunaryo menyatakan, para tenaga muda di Indonesia belum sepenuhnya menyadari persaingan global tersebut. Kemampuan bahasa asing dan mental dianggap sebagai dasar ketidaksiapan tersebut. “Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri,” tutur Sunaryo.

Berdasarkan hal di atas, Indonesia harus menyiapkan diri untuk bersaing dengan arus tenaga ahli asing. Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan bahwa Indonesia tidak ingin "kecolongan" dan telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja. "Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas," katanya. Selain itu, Dita juga berharap penerapan MEA menggeser eksistensi tenaga kerja lokal, terutama yang tenaga kerja yang berkualitas. "Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser."

Karena itu, Kemenakertrans menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi MEA. Salah satunya berkaitan dengan kemampuan berbahasa dan sertifikasi lembaga profesi. Agar dapat bekerja di Indonesia, tenaga kerja asing wajib mampu berbahasa Indonesia dan mendapatkan sertifikat dari lembaga profesi terkait. Sertifikasi itu dilakukan di Indonesia. Akan tetapi, walau arus tenaga asing akan bersileweran di Indonesia, MEA jelas mempunyai keuntungan yang diharapkan oleh negara-negara yang setuju mendirikannya. Riset dari ILO menyatakan, keuntungan dari MEA akan jelas dinikmati oleh para tenaga kerja ahli dan para perusahaan tiap negara nantinya. Selain dapat menyejahterakan 600 juta tenaga kerja di Asia Tenggara, MEA juga akan menciptakan banyak lapangan kerja baru. Artinya, Indonesia, termasuk negara ASEAN lainnya, akan mendapatkan peningkatan jumlah keuntungan pada sektor ekonomi. Berdasarkan penjelasan di atas, MEA mempunyai sisi positif dan negatif yang dibawanya. Selain itu, jelas MEA akan membawa warna baru di perekonomian Indonesia.